TEMPO.CO, Yogyakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing atau capital inflow pada kuartal I tahun 2019 saat ini sudah mencapai Rp 74,4 triliun. Angka tersebut berasal dari akumulasi Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 62,5 triliun dan saham sebesar Rp 11,9 triliun.
Baca: Maret 2019, Gubernur BI Sebut Dana Asing Masuk Capai Rp 89,46 T
“Aliran modal asing yang masuk ke negara berkembang atau emerging market, termasuk Indonesia memang sedang terus meningkat," ujar Deputi Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, IGP Wira Kusuma saat pelatihan wartawan ekonomi dan moneter di Yogyakarta, Sabtu 23 Maret 2019.
Dari kajian yang dilakukan, ujar Wira, derasnya modal asing yang mengalir terutama dipicu makin turunnya tingkat ketidakpastian dan risiko negara berkembang beberapa waktu terakhir. Sehingga meningkatkan kepercayaan investor menggiring modal ke Indonesia. "Selain itu, situasi pasar keuangan global juga membaik, ketidakpastian makin berkurang," ujarnya.
Angin segar yang ditunjukkan Bank Sentral AS atau Federal Reserve atau The Fed dengan menahan laju suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) di level 2,25-2,5 persen mau tak mau ikut memberi dampak positif bagi Indonesia.
Langkah The Fed tersebut membuat likuiditas global membaik dan modal asing yang masuk Indonesia akhirnya meningkat tajam bahkan neraca modal mengalami surplus. "Keputusan The Fed yang dovish (longgar) ini jelas menguntungkan kita, neraca modal surplus lebih besar lagi akibat aliran modal asing yang meningkat," ujar Wira
BI juga mengikutinya dengan menjaga suku bunga acuan BI atau BI-7 Day Repo Rate stabil sehingga daya pasar keuangan domestik tetap menarik.
Meski demikian, Wira mengingatkan agar tidak boleh lengah di tengah membaiknya pasar keuangan global itu.Terutama karena masih adanya situasi rentan dan fluktuatif terkait dinamika perang dagang AS- China serta keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).
Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Ryan Kiryanto mengamini jika langkah The Fed memang menguntungkan ekonomi Indonesia. "Malah ada kemungkinan kalau FFR bakal diturunkan sebesar 25 bps tahun ini, itu jelas semakin menguntungkan Indonesia karena artinya inflow (arus modal masuk) semakin bertambah," ujarnya.
Ryan menyarankan di tengah situasi pasar keuangan global yang menguntungkan ini, Indonesia menggunakannya untuk berbenah. Terutama pembenahan pada sektor yang dinilai menjadi ganjalan pendongkrak pertumbuhan ekonomi seperti defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) serta perbaikan sektor ekspor.
Simak artikel lainnya tentang The Fed dan modal asing di Tempo.co.